UMKM Naik Kelas, Rakyat Tetap Kena Kelas Ekonomi
KEDIRI – Muskomwil Apeksi IV 2025 diwarnai gegap gempita, spanduk warna-warni, dan tentu saja pameran UMKM yang diklaim “naik kelas”. Tapi sayangnya, kelas ekonomi rakyat kecil justru makin tenggelam di balik gemerlap expo.
Puluhan stan berjajar rapi di Kediri City Expo. UMKM dari 13 kota tampil unjuk gigi: mulai dari keripik singkong premium berbungkus emas hingga batik dengan label “limited edition (karena mahal)”. Tak lupa foto selfie para pejabat lokal dengan caption inspiratif: “Dukung UMKM, cintai produk negeri” — tentu sambil memakai jam tangan buatan Swiss.
“UMKM kita naik kelas,” ujar Wali Kota Kediri dengan bangga. Sayangnya, tak dijelaskan apakah yang naik itu omzet, harga sewa stan, atau biaya promosi.
Di pojok stan, Mak Jum — penjual peyek warisan turun-temurun — tampak kebingungan. “Katanya ini buat UMKM kecil. Tapi sewa tempatnya saja saya harus jual motor cucu,” keluhnya sambil tertawa getir.
Program pendampingan UMKM juga diluncurkan, kali ini berbasis digital. Sayangnya, sebagian besar peserta masih gaptek. “Saya disuruh bikin QRIS, tapi HP saya masih pakai tombol,” kata Pak Dul, pengrajin bambu dari Nganjuk.
Sementara itu, para delegasi Apeksi tampak antusias menggelar forum diskusi, lengkap dengan dokumentasi dan gala dinner. Tema diskusi tahun ini: “Menjadi Kota Tangguh di Tengah Krisis”. Sayangnya, sebagian besar peserta rapat justru tertidur di tengah pemaparan, mungkin karena krisis kantuk.
Tidak ketinggalan, souvenir Muskomwil dibagikan: tas dari kulit sintetis berlogo “UMKM Naik Kelas”, buatan pabrik outsourcing dari kota sebelah.
Saat ditanya soal keberlanjutan program UMKM setelah expo selesai, salah satu pejabat menjawab mantap, “Tenang, tahun depan kita adakan expo lagi. Di kota lain.”
Begitulah. UMKM mungkin naik kelas. Tapi rakyat? Masih menunggu panggilan dari ruang tunggu kelas ekonomi, yang penuh antrian, tanpa pendingin ruangan.
Catatan Redaksi:
Satire ini adalah undangan reflektif. Bahwa naik kelas bukan soal pameran, melainkan keberpihakan nyata: akses modal, perlindungan hukum, pelatihan berkelanjutan, dan tentu saja — kesetaraan. Karena jika UMKM terus dipamerkan tanpa diberdayakan, yang naik hanya euforia, bukan kesejahteraan.