Saat Kejaksaan Tak Lagi Tertidur: Palu Para Hakim Digugat Balik oleh Hukum
JAKARTA – SURABAYA | Edu-Politik.com — Dalam peta besar peradilan Indonesia, kejutan sesungguhnya bukan datang dari ruang sidang, tapi dari ruang penyidikan. Di saat publik mulai lelah berharap pada integritas peradilan, Kejaksaan Agung RI, khususnya melalui tangan tajam Jampidsus (Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus), mulai mengguncang sistem dari dalam.
Kasus suap pembebasan Ronald Tannur oleh hakim Pengadilan Negeri Surabaya menjadi pembuka borok lama: bahwa toga bisa dibeli, dan vonis bisa dinegosiasikan.
🔍 Tak Menunggu Laporan, Jaksa Bergerak
Tidak seperti lembaga lain yang menunggu laporan masyarakat viral dulu baru bertindak, penyidik Jampidsus justru memulai proses dari hasil intelijen internal dan penelusuran aliran dana mencurigakan. Dari situlah dibuka tabir korupsi bertingkat.
Dengan cepat, tiga hakim dan satu pengacara ditetapkan sebagai tersangka. Tak berhenti di situ, mantan Ketua PN Surabaya, Rudi Suparmono, juga diseret karena diduga ikut mengatur skenario vonis bebas melalui intervensi struktur majelis hakim.
Yang menarik, penetapan tersangka hanya memerlukan satu kali pemeriksaan. Mengapa? Karena bukti sudah terlalu kuat. Rekening, percakapan, saksi, hingga uang miliaran yang disita dari penggeledahan—semuanya mengarah pada satu skema: suap sistemik.
💼 Kejaksaan vs Peradilan: Babak Baru Reformasi?
Kejaksaan Agung tidak hanya menggugat individu, tetapi menggugat ulang kredibilitas institusi peradilan itu sendiri. Ini bukan lagi perkara satu dua hakim nakal, melainkan benturan struktural antara penegakan hukum dan budaya “tutup mata” dalam lembaga peradilan.
Jampidsus, yang selama ini identik dengan kasus korporasi atau mega proyek, kini menancapkan kukunya ke wilayah yang dulu dianggap terlalu “rapat”: institusi yudisial.
Langkah ini mendapat dukungan publik luas. Sebab untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir, lembaga kejaksaan terlihat bukan sekadar menjadi pelengkap KPK, tapi berdiri sebagai garda depan pembongkar mafia hukum.
🧾 Catatan Kritis
Kejaksaan memang tengah membuktikan tajinya, tapi ujian sesungguhnya belum selesai. Mampukah mereka konsisten menyisir dugaan intervensi dari oknum Mahkamah Agung yang diduga terlibat dalam pengaturan majelis?
Penyidik sudah sampai ke pintu gerbang struktural, kini publik menanti: apakah mereka akan masuk dan bersih-bersih sampai ke akar? Ataukah kasus ini akan berhenti pada “aktor lapangan” saja?
Di tengah skeptisisme publik terhadap hukum, Kejaksaan Agung tampil sebagai harapan baru—walau masih rapuh. Langkah berani mereka membongkar suap hakim PN Surabaya layak diapresiasi, tapi juga harus dikawal. Karena musuh terbesarnya bukan hanya mafia hukum, tapi juga budaya impunitas yang sudah terlalu lama bercokol.
Penulis: Redaksi Edu-Politik
Sumber: Kejaksaan Agung RI, Jampidsus, putusan PN Surabaya, KompasTV, Tempo, Okezone
Tagar: #JampidsusBerani #BongkarMafiaHukum #KejaksaanTakTertidur #ReformasiYudisial #EduPolitikFeature