Kursi Panas di Balik Layar: Dari CAT ke Jeruji Besi, Cerita Perangkat Desa yang Direkayasa
KEDIRI — Jika desa adalah akar demokrasi, maka skandal seleksi perangkat desa di Kabupaten Kediri menjadi gambaran bahwa akar itu tengah keropos oleh manipulasi dan transaksi sunyi.
Skandal ini bukan hanya tentang tiga kepala desa yang ditetapkan tersangka, tapi tentang bagaimana sistem rekrutmen yang seharusnya objektif dan meritokratik berubah menjadi arena tawar-menawar jabatan.
Mari kita lihat kembali rentetan fakta-fakta hukum dan sosial yang akhirnya menyeret tiga kades ke balik jeruji.
📅 Rentetan Peristiwa: Dari Kecurigaan Hingga Penahanan
🧭 Desember 2023 – Kecurigaan Muncul
- Sejumlah peserta seleksi perangkat desa mengendus adanya kejanggalan dalam hasil CAT (Computer Assisted Test).
- Skor peserta yang berprestasi justru kalah dari peserta “misterius”.
- Laporan resmi pertama masuk ke Polda Jatim dari warga dan LSM.
“Nilai saya tinggi, tapi yang lolos bukan saya. Bahkan namanya tidak dikenal,” ujar salah satu pelapor.
🕵️♂️ Awal 2024 – Penyelidikan Dimulai
- Polda Jatim Subdit III Tipikor membuka penyelidikan.
- Didapati dugaan bahwa pengaturan skor CAT terjadi secara sistematis.
- 29 hingga 150 saksi diperiksa, dari panitia seleksi, kepala desa, hingga pihak ketiga penyelenggara ujian.
💼 Pertengahan 2024 – Barang Bukti Mengalir
- Polisi menyita:
- Perangkat CAT (komputer, server)
- Dokumen administrasi
- Uang tunai Rp4,2 miliar, bagian dari dugaan total transaksi Rp12 miliar.
“Uang itu adalah bagian dari dugaan jual-beli jabatan. Ada harga untuk kursi, bukan untuk prestasi,” kata salah satu penyidik.
🚨 Juli 2025 – Penetapan Tersangka dan Penahanan
- Tiga kepala desa resmi jadi tersangka dan ditahan, yaitu:
- Imam Jamiin (Kades Kalirong – Tarokan)
- Sutrisno (Kades Mangunrejo – Ngadiluwih)
- Darwanto (Kades Pojok – Wates)
- Mereka dijerat dengan pasal korupsi karena diduga merekayasa hasil dan menerima imbalan uang dari peserta “titipan”.
🧑⚖️ Sikap Pemerintah dan Reaksi Masyarakat
- Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana menyatakan pelayanan desa tetap berjalan, meski kades ditahan.
- Namun, banyak warga merasa keadilan belum sepenuhnya ditegakkan.
“Yang ketahuan hanya 3 orang. Padahal rekrutmen dilakukan serentak di lebih dari 160 desa. Apa cuma 3 yang main?” tanya Forum Peserta Ujian Perangkat Desa (FPUPPD).
- REKAN Jatim mendesak agar SK pengangkatan perangkat hasil seleksi yang diduga cacat hukum segera dibatalkan, sesuai asas legalitas dan keadilan administratif.
📜 Implikasi Hukum: Tak Sekadar Pidana
Pakar hukum menyebut bahwa jika terbukti hasil seleksi dimanipulasi, maka:
- SK pengangkatan bisa dibatalkan melalui gugatan TUN (Peradilan Tata Usaha Negara).
- Bisa juga diajukan gugatan class action dari peserta yang dirugikan.
- Pelantikan ulang harus dilakukan dengan sistem seleksi yang transparan.
📌 Akar Masalah: Sistemik atau Individual?
Kasus ini membuka pertanyaan besar:
- Apakah ini sekadar oknum, atau sistem rekrutmen kita memang longgar dan rawan “dipesan”?
- Apakah jabatan publik di desa sudah dianggap investasi alih-alih amanah?
Dalam demokrasi lokal, jabatan seharusnya ditentukan oleh kualitas, bukan kuantitas transfer rekening.
✍️ Penutup:
Dari CAT ke jeruji besi, dari ruangan tes ke ruang tahanan, kasus ini menunjukkan bahwa transparansi bukan hanya jargon, tapi fondasi utama kepercayaan publik.
Kini publik menanti, apakah penegakan hukum berhenti pada tiga nama, atau berlanjut menyapu semua yang pernah bermain di belakang layar?
📍Ditulis oleh Tim Edu-Politik.com – Mendidik Demokrasi, Menggugah Hati Nurani.
📎 #PerangkatDesa #KorupsiKades #PoldaJatim #EduPolitik #SkandalDesa #CATBermasalah #Kediri #Integritas #JabatanBukanDagangan #TransparansiDesa