Kekosongan Kepala Sekolah di Kota Kediri: Apakah Solusinya Akan Tersedia Tepat Waktu?
Kota Kediri tampaknya tengah menghadapi situasi unik di dunia pendidikan: kekosongan kepala sekolah di puluhan sekolah negeri. Setidaknya, 43 lembaga pendidikan di kota ini, yang tersebar di tingkat SD, SMP, dan TK, kini dijalankan oleh pelaksana tugas (Plt). Keadaan ini tentu memunculkan pertanyaan besar: apakah ini dampak dari para guru yang purnatugas atau sebuah tanda dari minimnya manajemen pengisian jabatan?
Tentu saja, Anang Kurniawan, Kepala Dinas Pendidikan Kota Kediri, mengungkapkan hal ini sebagai sebuah tantangan yang harus segera diatasi. “Setiap minggu, setiap bulan, ada saja dari yang masuk purnatugas. Sementara periode pengangkatan masih di pertengahan tahun, ini masih kami proyeksikan,” katanya. Keduanya memang ada dalam situasi yang cukup pelik, di mana jabatan kepala sekolah yang seharusnya menjadi pemimpin di sekolah-sekolah ini malah harus dirangkap sementara oleh Plt.
Namun, apakah sekadar proyeksi itu cukup? Mengingat ada 37 sekolah SD, 3 SMP, dan 3 TK yang membutuhkan kepala sekolah yang definitif, bukan sekadar Plt yang harus menghadapi hari-hari panjang tanpa keputusan pasti.
Wali Kota Kediri, Vinanda Prameswati, dalam pernyataannya juga mencatat pentingnya kajian mendalam sebelum pengisian jabatan kepala sekolah ini. “Kami perlu kaji lebih dulu agar kebutuhan guru-guru yang ada di Kota Kediri bisa terpenuhi,” ujarnya. Memang, kajian seperti apa yang dibutuhkan ketika waktu sudah semakin mendesak? Kajian mungkin perlu dilakukan, tetapi apakah harus menunggu sampai tahun ajaran baru atau justru bisa segera dipercepat?
Proses seleksi yang tengah disusun, menurut Anang, akan melibatkan aplikasi khusus dan persetujuan dari pemerintah pusat. Dengan syarat-syarat tertentu, semuanya akan bergantung pada keputusan Kemendikdasmen, yang tentu saja, memerlukan waktu lagi untuk memastikan bahwa pejabat baru ini layak dan siap untuk memimpin.
Sekolah-sekolah ini tentu membutuhkan lebih dari sekadar pengisian jabatan yang cuma nama. Mereka membutuhkan kepala sekolah yang bukan hanya menjadi “pengganti sementara,” tetapi seorang pemimpin yang benar-benar berkomitmen pada masa depan pendidikan di Kediri. Dengan puluhan sekolah yang bergantung pada pengisian jabatan ini, mungkin sudah saatnya para pengambil keputusan mulai berpikir untuk lebih dari sekadar menunggu “proses” panjang, tapi segera memberikan solusi konkret.
Apakah Kota Kediri akan menunggu lama untuk melihat kepala sekolah definitif yang akan mengisi 43 posisi kosong ini? Atau, apakah inilah saatnya untuk memikirkan perubahan sistem yang lebih efisien? Kita tunggu saja!