Kediri Hari Ini: Di Balik Tenangnya Kota Santri, Tersimpan Riak Perubahan dan Harapan
Kediri, Jawa Timur — Kota yang dikenal sebagai “Kota Tahu” dan “Kota Santri” ini terlihat tenang dari kejauhan. Jalan-jalan bersih, lalu lintas relatif tertib, dan denyut kehidupan masyarakat berjalan seperti biasa. Tapi di balik kesehariannya yang damai, Kediri hari ini menyimpan cerita-cerita perubahan, tantangan, dan geliat pembangunan yang mulai menggeliat lebih cepat dari biasanya.
Pembangunan Strategis dan Proyek Besar
Hari ini, sorotan utama tertuju pada proyek bandara baru Dhoho Airport, yang digadang-gadang akan menjadi penggerak utama ekonomi kawasan selingkar Wilis. Bandara ini diharapkan tidak hanya membuka akses wisata dan perdagangan, tetapi juga mengubah wajah Kediri dari kota transit menjadi destinasi bisnis dan pariwisata baru di Jawa Timur.
Namun, di balik narasi pembangunan, beberapa suara masyarakat lokal terdengar berbeda. “Harga tanah naik drastis, kami warga kecil bingung kalau harus pindah,” ujar Wiyanto, seorang petani dari Kecamatan Grogol yang lahannya masuk dalam area pengembangan infrastruktur.
Riuh Demokrasi dan Aktivisme Muda
Sementara itu, anak-anak muda di Kediri mulai lebih aktif menyuarakan isu lingkungan dan hak masyarakat adat. Mereka mengkritisi kurangnya partisipasi publik dalam proyek-proyek besar. Beberapa komunitas kampus dan pesantren bahkan mulai membuka forum diskusi lintas ideologi, membahas pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
“Ada ketimpangan dalam narasi. Pembangunan bukan cuma soal gedung tinggi atau bandara besar, tapi juga soal siapa yang diuntungkan dan siapa yang terpinggirkan,” kata Nurul, mahasiswa Universitas Kadiri yang aktif dalam komunitas Literasi Hijau.
Isu Sosial: Kekerasan Anak dan Kesadaran Hukum
Di hari yang sama, publik Kediri digugah oleh kasus pemukulan terhadap anak usia 8 tahun yang sudah memasuki proses sidang kedua. Kasus ini memunculkan diskusi luas soal perlindungan anak dan akses keadilan bagi keluarga kelas menengah ke bawah.
“Banyak orang tua yang tidak tahu harus ke mana saat anaknya menjadi korban. Kesadaran hukum masih rendah, pendampingan pun minim,” tutur seorang advokat pro bono yang tak mau disebutkan namanya.
Penutup: Kediri Menentukan Arah
Kediri hari ini bukan lagi kota kecil yang berdiri pasrah pada sejarahnya. Ia sedang menegosiasikan masa depan: antara investasi dan nilai-nilai lokal, antara pembangunan dan perlindungan sosial, antara suara penguasa dan jerit warga.
Pertanyaannya kini: mampukah Kediri tumbuh tanpa melupakan akarnya?