Karaoke di Tengah Sawah: Ketika Geliat Hiburan Berhadapan dengan Garis Tata Ruang
Purworejo, 15 Juli 2025 — Hari itu, langit Kesugihan tampak muram, seolah ikut menyaksikan nasib bangunan megah yang tak lagi megah. Karaoke Zamrud Khatulistiwa 2, ikon hiburan lokal yang berdiri di tengah hamparan sawah, roboh satu per satu di hadapan ekskavator milik Satpol PP. Tak hanya tempat karaoke, satu unit rumah tinggal pun ikut rata dengan tanah.
Pembongkaran itu bukan mendadak. Jauh sebelum tembok mulai retak oleh alat berat, surat demi surat telah dilayangkan. Peringatan dari Pemerintah Kabupaten Purworejo menyebut bangunan itu melanggar Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Lahan yang dipakai merupakan bagian dari Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B), zona hijau yang secara hukum tak boleh dialihfungsikan.
Namun, narasi tidak berhenti pada sisi administratif. Di balik debu bangunan yang berterbangan, suara protes pemilik menggema:
“Kalau kami dibongkar, kenapa yang lain dibiarkan berdiri? Jangan pilih kasih!”
Sebuah pertanyaan yang menyayat nalar publik — adakah penegakan hukum kita masih tebang pilih?
Antara Hiburan dan Ketahanan Pangan
Bangunan karaoke itu telah berdiri bertahun-tahun. Mungkin bagi sebagian warga, keberadaannya memberi warna malam dan geliat ekonomi. Tapi bagi pemerintah daerah dan Kementerian ATR/BPN, keberadaan bangunan itu adalah ancaman nyata terhadap ketahanan pangan dan penegakan tata ruang.
“Alih fungsi lahan pertanian di Jawa sudah mencapai 80 ribu hektare per tahun. Jika dibiarkan, lumbung pangan kita akan runtuh bukan oleh kekeringan, tapi oleh bangunan liar,” kata seorang pejabat ATR/BPN dalam rapat koordinasi sebelumnya.
Pembongkaran ini, menurut Bupati, adalah bentuk ketegasan. Keputusan Bupati Nomor 100.0.3.2/833/2024 pun menjadi senjata formal dalam penegakan aturan. Peringatan administratif telah dilayangkan sejak 2022, bahkan telah diberikan waktu cukup untuk pembongkaran mandiri. Namun ketika itu tak diindahkan, maka langkah terakhir pun diambil.
Antara Legalitas dan Legitimasi Sosial
Dari kacamata hukum, tindakan Satpol PP sah. Tapi dari sisi sosial, luka masih menganga. Warga sekitar bertanya-tanya, mengapa hanya satu yang dibongkar? Adakah bangunan lain yang juga melanggar tapi dibiarkan?
Pertanyaan-pertanyaan ini menunjukkan pentingnya transparansi dan konsistensi dalam penegakan hukum. Ketika hukum hanya menyentuh sebagian pihak, maka hukum kehilangan wibawanya.
“Kami bukan menolak aturan. Tapi kami ingin diperlakukan adil,” ujar pemilik bangunan dengan suara serak, berdiri di antara reruntuhan.
Saatnya Refleksi Tata Ruang
Kasus Karaoke Zamrud adalah cermin dari banyak persoalan serupa di seluruh Indonesia: ketegangan antara pembangunan, hiburan, ekonomi lokal, dan rencana tata ruang nasional. Penegakan hukum tata ruang seharusnya bukan hanya soal membongkar, tapi juga membangun kesadaran.
Mungkin sudah saatnya pemerintah membangun mekanisme pemantauan publik, di mana peta pelanggaran bisa diakses semua pihak. Dengan itu, kepercayaan publik dapat tumbuh seiring dengan keadilan yang dirasakan merata.
Di Antara Hiburan dan Lahan Harapan
Kini, bangunan itu hanya kenangan. Tapi pesan yang tertinggal lebih kuat dari suara karaoke malam hari: tata ruang bukan sekadar peta, melainkan janji pada generasi mendatang.
Dan semoga, janji itu ditegakkan tanpa ragu, tanpa tebang pilih.