Hibah untuk Rakyat, Keterangan untuk KPK: Jawa Timur Ajarkan Cara Dermawan Berujung Dugaan
Penulis: Redaksi Edu-Politik | 20 Juni 2025
edu-politik.com – Di negeri yang katanya kaya budaya dan sumber daya ini, ada satu tradisi yang semakin lestari: hibah. Bukan sembarang hibah, ini hibah yang katanya ditujukan untuk kelompok masyarakat (pokmas), tapi entah bagaimana bisa berbelok ke kantong-kantong yang tak terdata dalam musyawarah desa.
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, kabarnya kini masuk dalam daftar “mungkin dimintai keterangan” oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jangan salah paham—bukan diperiksa, hanya mungkin. Sama seperti hujan di bulan Juni: tidak pasti, tapi tetap bawa payung.
“Penyidik akan melihat jika memang ada kebutuhan untuk memanggil pihak-pihak tertentu,” ujar Budi Prasetyo, Juru Bicara KPK yang semakin jago bicara dalam bentuk kalimat bersyarat.
Tentu saja, rakyat menanti dengan tenang. Toh, ini bukan pertama kalinya pejabat dikaitkan dengan dana hibah yang rajin mengalir, tapi pelit pertanggungjawaban. Kita tidak boleh suudzon. Mungkin dana itu hanya tersesat atau sedang berwisata ke rekening lain.
Dana Hibah: Antara Amal dan Amal yang Dihisab
Dana hibah itu ibarat cinta. Jika diberikan dengan tulus, membawa manfaat. Tapi jika ditunggangi kepentingan, bisa berujung pidana. Apalagi jika penerimanya fiktif, atau pokmas yang eksistensinya hanya hidup saat pencairan anggaran.
Laporan keuangan daerah mungkin terlihat rapi. Tapi rapi bukan berarti bersih—karena kertas yang bersih bisa menyembunyikan tinta-tinta manipulatif, apalagi jika auditnya pakai “kaca mata kuda politik”.
Khofifah dan Potret Kepemimpinan di Era Pengawasan Virtual
Khofifah, yang sebelumnya dikenal sebagai Ibu Bangsa Pembangun Moral, kini mungkin harus menjawab pertanyaan bukan dari rakyat, tapi dari penyidik. Bukan soal visi Jatim Berdaya, tapi bagaimana dana hibah bisa “tersesat di jalan lurus”.
Tapi tentu, mari kita jaga praduga tak bersalah. Karena dalam hukum Indonesia, lebih baik pejabat berselingkuh dengan anggaran daripada kita berselingkuh dengan asumsi. KPK pun masih menimbang, apakah akan menegur, memanggil, atau hanya menonton sambil menyeruput kopi.
Akhir Kata: Pokmas atau Pokmashibah?
Yang jelas, rakyat makin cerdas. Mereka tahu, ketika pejabat bilang “dana hibah untuk kesejahteraan,” yang harus ditanyakan adalah: kesejahteraan siapa dulu, Bu?
Redaksi edu-politik.com
Kritik tajam, edukasi santun. Karena politik tak hanya soal janji, tapi juga soal logika.