Dugaan Korupsi Pengadaan BBM Subsidi oleh PT Pertamina: Kerugian Negara Mencapai Rp 193,7 Triliun
Dalam beberapa waktu terakhir, publik dihebohkan dengan temuan Kejaksaan Agung (Kejagung) mengenai dugaan korupsi dalam pengadaan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi oleh PT Pertamina. Kejagung mengungkapkan bahwa kerugian negara akibat praktik korupsi ini mencapai Rp 193,7 triliun hanya dalam tahun 2023.
Perincian Kerugian Negara
Kejagung merinci bahwa kerugian negara tersebut berasal dari lima komponen utama:
- Kerugian Ekspor Minyak Mentah Dalam Negeri: sekitar Rp 35 triliun.
- Kerugian Impor Minyak Mentah Melalui Broker: sekitar Rp 2,7 triliun.
- Kerugian Impor BBM Melalui Broker: sekitar Rp 9 triliun.
- Kerugian Pemberian Kompensasi Periode 2023: sekitar Rp 126 triliun.
- Kerugian Pemberian Subsidi 2023: sekitar Rp 21 triliun.
Jumlah kerugian ini berdasarkan perkiraan sementara penyidik Kejagung bersama ahli. Namun, diperkirakan kerugian negara bisa lebih besar karena kasus ini terjadi pada periode 2018–2023.
Tindakan Kejagung dan Penetapan Tersangka
Sebagai respons terhadap temuan ini, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus korupsi pengadaan BBM subsidi oleh PT Pertamina. Salah satu tersangka yang ditetapkan adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
Penyidik Kejagung juga menemukan adanya praktik pencampuran bahan bakar dengan Research Octane Number (RON) yang lebih rendah, seperti RON 88, yang kemudian dijual dengan harga setara BBM berkualitas lebih tinggi seperti Pertamax. Praktik ini diduga merugikan konsumen dan negara.
Pernyataan Anggota DPR RI
Anggota DPR RI asal Jombang, yang akrab disapa Mbak Estu, menyatakan bahwa kerugian negara yang ditangani Kejagung sebesar Rp 193,7 triliun itu baru perhitungan di satu tahun saja, bukan kerugian selama periode 2018–2023. Artinya, penyelenggaraan BBM ini telah melenceng dari tujuan awalnya.
Langkah-Langkah yang Dapat Ditempuh
Untuk menangani kasus ini secara komprehensif, beberapa langkah yang dapat ditempuh antara lain:
- Audit Menyeluruh: Melakukan audit menyeluruh terhadap pengadaan BBM subsidi selama periode 2018–2023 untuk mengidentifikasi potensi kerugian negara yang lebih besar dan memastikan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya energi nasional.
- Koordinasi Antar Lembaga: Meningkatkan koordinasi antara Kejagung, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan instansi terkait lainnya untuk memastikan proses audit dan penyelidikan berjalan efektif.
- Peningkatan Pengawasan: Memperkuat pengawasan terhadap pengadaan BBM subsidi di masa mendatang untuk mencegah terjadinya praktik korupsi dan memastikan transparansi serta akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya energi nasional.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena dampaknya yang signifikan terhadap keuangan negara dan kesejahteraan masyarakat. Diharapkan, proses hukum yang berjalan dapat memberikan keadilan dan mencegah terulangnya praktik serupa di masa depan.