Dikepung Air: Potret Banjir yang Melanda 13 Desa di Jombang
Jombang, 9 Juni 2025 — Hujan deras yang turun tanpa henti selama berjam-jam sejak malam hingga pagi hari telah membawa duka bagi ribuan warga di Kabupaten Jombang. Sungai-sungai yang biasanya mengalir tenang tak sanggup lagi menampung debit air, hingga akhirnya meluap dan membanjiri 13 desa di lima kecamatan.
Di Desa Kademangan, Kecamatan Mojoagung, banjir mencapai titik paling parah. Air menggenang hingga 1,5 meter, merendam permukiman dan akses jalan utama. Warga hanya bisa menyelamatkan barang-barang seadanya sambil menanti bantuan datang. Anak-anak terjebak di dalam rumah, dan beberapa warga memilih mengungsi ke tempat yang lebih tinggi.
“Ini banjir terparah dalam beberapa tahun terakhir,” ungkap Pepi, Koordinator Operasi Lapangan BPBD Kabupaten Jombang, saat ditemui di lokasi. Ia menyebutkan bahwa genangan air juga terjadi di desa-desa lain seperti Mojotrisno, Janti, Mancilan, dan Tejo di wilayah Mojoagung.
Kondisi serupa juga menimpa Kecamatan Mojowarno, tepatnya di Desa Catak Gayam dan Selorejo. Di Kecamatan Kudu, Desa Pojok Kulon dan Bakalanrayung turut tergenang. Sementara di Kecamatan Sumobito, air merendam Desa Jogoloyo, Palrejo, dan Balongsono.
“Petugas kami saat ini masih terus memantau dan mengevakuasi warga yang membutuhkan bantuan,” tambah Pepi. Tim BPBD bersama relawan bergerak cepat dengan perahu karet, menyisir daerah-daerah terisolasi, sembari mendistribusikan logistik darurat.
Bukan Sekadar Genangan
Bagi warga, banjir bukan hanya sekadar genangan air. Ini adalah persoalan kehidupan: hilangnya mata pencaharian, terhambatnya aktivitas belajar-mengajar, serta kekhawatiran akan penyakit yang kerap muncul usai banjir, seperti diare dan demam berdarah.
“Warung saya terendam semua. Barang-barang basah, rugi besar,” keluh Siti Rohmah, seorang pedagang kecil di Desa Palrejo, sambil membersihkan lumpur dari dalam tokonya.
Meski banjir telah mulai surut di beberapa titik, trauma dan kerusakan masih terasa. Sekolah-sekolah ditutup sementara, dan akses jalan utama antar desa lumpuh total selama berjam-jam.
Membangun Ketangguhan Komunitas
Peristiwa ini kembali membuka mata tentang pentingnya mitigasi bencana berbasis komunitas dan perbaikan tata kelola lingkungan. Kawasan sempadan sungai yang tergerus pembangunan dan kurangnya sistem drainase yang memadai membuat air tak memiliki jalan keluar.
“Kami berharap pemerintah daerah bisa mempercepat normalisasi sungai dan memperkuat sistem peringatan dini,” ujar Sugeng, tokoh masyarakat dari Kecamatan Mojoagung.
Sementara itu, BPBD mengimbau warga untuk tetap waspada mengingat curah hujan masih tinggi dalam beberapa hari ke depan. Pusat evakuasi sementara telah disiapkan, dan dapur umum mulai didirikan di beberapa titik.
Ketika Langit Menguji Bumi
Di balik banjir yang mendera, terlihat pula semangat gotong royong yang tak pernah luntur. Warga bahu-membahu, saling bantu, menyalakan harapan di tengah bencana. Sebab mereka tahu, seperti halnya air, kehidupan pun harus terus mengalir—meski sempat terhenti sejenak oleh ujian dari langit.