Bayang-Bayang di Balik Pendidikan: Dugaan Korupsi Dana BOS SMK PGRI 2 Ponorogo dan Harapan akan Keadilan
Penulis: Tim Redaksi Edu-Politik
Tanggal: 20 Juni 2025
Ponorogo, Jawa Timur – Di tengah geliat pembangunan pendidikan vokasi dan jargon link and match yang terus digaungkan pemerintah, kabar mengejutkan datang dari SMK PGRI 2 Ponorogo. Kepala sekolahnya, Syamhudi Arifin (SA), ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Ponorogo atas dugaan penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dengan kerugian negara yang fantastis: Rp25 miliar.
Namun di balik fakta hukum yang mencuat, ada cerita yang lebih kompleks: antara tuduhan, pembelaan, dan harapan akan keadilan.
📌 Fakta Hukum yang Tegas
Kepala Kejaksaan Negeri Ponorogo menyatakan bahwa kasus ini merupakan hasil penyelidikan panjang terkait dugaan penyelewengan dana BOS dari tahun 2019 hingga 2024. Sejumlah barang bukti telah disita, termasuk 11 unit bus pariwisata dan beberapa kendaraan roda empat yang diduga dibeli menggunakan dana sekolah.
“Kami sudah menetapkan tersangka dan menahan saudara SA untuk mempercepat proses penyidikan. Ini adalah bentuk komitmen kami dalam memberantas tindak pidana korupsi, termasuk di sektor pendidikan,” tegas perwakilan Kejari Ponorogo.
Penyidikan masih berlangsung. Pihak kejaksaan juga membuka kemungkinan penambahan tersangka setelah memeriksa lebih banyak saksi dari internal sekolah dan pihak terkait.
🎤 Pembelaan dari Pihak Sekolah dan Alumni
Sementara itu, di sisi lain, tidak sedikit suara yang mencoba memberikan konteks. Beberapa guru dan alumni membela kepala sekolah, menyatakan bahwa SA dikenal sebagai figur pekerja keras yang membangun SMK PGRI 2 Ponorogo menjadi sekolah vokasi unggulan di wilayah Mataraman.
“Pak Syamhudi mungkin salah urus administratif, tapi beliau membangun sekolah ini dari nol. Bus-bus pariwisata itu dulunya dipakai untuk praktik jurusan otomotif dan pariwisata, bukan untuk pribadi,” ujar Rina, seorang alumni tahun 2020.
Pihak keluarga SA juga meminta publik untuk tidak menghakimi sebelum proses pengadilan membuktikan kesalahan.
“Kami percaya pada sistem hukum. Pak Syam bukan penjahat. Semua yang dilakukan adalah untuk kemajuan sekolah,” ungkap seorang kerabat yang enggan disebut namanya.
🧩 Potret Sistemik: Korupsi atau Ketidakjelasan Tata Kelola?
Kasus ini juga mengundang diskusi lebih luas tentang sistem pengelolaan dana BOS di sekolah swasta. Tidak adanya sistem pengawasan internal yang kuat serta keterbatasan kapasitas kepala sekolah dalam manajemen keuangan diduga menjadi akar dari kekacauan ini.
Beberapa aktivis pendidikan di Ponorogo menyuarakan agar pemerintah tidak hanya menghukum pelaku, tetapi juga memperbaiki sistem pengawasan BOS.
“Sangat mungkin ini bukan niat jahat, tapi karena tata kelola yang tidak memadai dan tumpang tindihnya peran yayasan dengan kepala sekolah,” ujar Dwi Hartanto dari LSM Transparansi Pendidikan.
⚖️ Menanti Keadilan, Menjaga Harapan
Kini, publik menanti akhir dari drama hukum yang menyelimuti dunia pendidikan Ponorogo. Apakah ini benar-benar kasus penyelewengan yang disengaja, atau ada kesalahan prosedural dalam pengelolaan yang berujung kriminalisasi?
Sementara proses hukum berjalan, ratusan siswa dan guru di SMK PGRI 2 Ponorogo tetap beraktivitas seperti biasa. Di kelas-kelas, harapan akan pendidikan yang bersih dan bermartabat tetap hidup, meski dihantui bayang-bayang dugaan korupsi.
“Sekolah ini rumah kedua kami. Kami ingin tetap belajar, walau badai sedang datang,” kata Ayu, siswi kelas XII.
Redaksi Edu-Politik
Mengulas fakta, merangkul sisi manusiawi. Karena kebenaran tak hanya soal angka, tapi juga soal nurani.