Nganjuk– Proyek-proyek fisik bernilai miliaran rupiah pada Tahun Anggaran 2024 kembali menjadi perhatian publik. Di tengah situasi politik menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada), sejumlah proyek disinyalir dimanfaatkan untuk kepentingan politik, seperti kampanye terselubung. Kondisi ini memicu kritik tajam terkait transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana publik.
Wahid, mantan Pejabat, menyampaikan keprihatinannya. “Penggunaan dana miliaran rupiah untuk proyek infrastruktur harusnya fokus pada kesejahteraan masyarakat. Namun, ketika dana tersebut diselewengkan untuk kepentingan politik, masyarakat justru menjadi pihak yang dirugikan,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti pentingnya pengawasan ketat terhadap dana bantuan dari pusat, seperti Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Insentif Fiskal (DIF), dan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Menurutnya, pengawasan terhadap proses tender, pelaksanaan, hingga manajemen keselamatan konstruksi sangat penting, terutama karena APBD Kabupaten Nganjuk belum mampu mencukupi kebutuhan pembangunan.
Proyek Bermasalah: Jembatan Mungkung dan Rekam Jejak CV. Arkananta
Salah satu kasus yang mencuat adalah proyek pembangunan Jembatan Mungkung senilai Rp 9,3 miliar. Meski tanda tangan kontrak dilakukan pada 7 Juni 2024, jembatan tersebut sudah menunjukkan kerusakan signifikan sebelum diserahterimakan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Jawa Timur menemukan keretakan pada oprit akibat amblesnya tanah penyangga.
Proyek ini dikerjakan oleh CV. Arkananta, perusahaan yang sebelumnya juga menggarap Jembatan Mojoduwur di akhir 2022. Jembatan tersebut dilaporkan mengalami keretakan hanya satu minggu setelah diresmikan oleh Plt Bupati Marhaen Djumadi. CV. Arkananta, yang disebut BPK sebagai “proxy,” telah menjadi salah satu penyedia barang/jasa (PBJ) dengan nilai kontrak tertinggi sejak 2022.
Selain CV. Arkananta, beberapa perusahaan lain, seperti CV. Mega Praktica Mega Perkasa dan CV. Arya Gunawilis, juga menjadi pemain besar dalam proyek-proyek infrastruktur di Nganjuk. Pada 2023, total alokasi untuk pekerjaan konstruksi mencapai Rp 48,81 miliar, dengan 93% diantaranya untuk infrastruktur.
Politik di Balik Dana Milyaran
Penggunaan dana publik untuk kampanye Pilkada menjadi isu krusial. Ketidakadilan muncul ketika calon tertentu memiliki akses lebih besar ke sumber daya publik, sehingga mengurangi kredibilitas dan kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi.
“Ketika proyek infrastruktur digunakan sebagai alat politik, bukan hanya anggaran publik yang terkorbankan, tetapi juga integritas demokrasi kita,” tambah Wahid.
Solusi untuk Transparansi dan Akuntabilitas
Untuk menghindari penyalahgunaan, pemerintah dan lembaga terkait perlu meningkatkan pengawasan terhadap dana publik. Proses tender harus lebih transparan, pelaksanaan proyek diawasi secara ketat, dan hasilnya dievaluasi oleh pihak independen. Media massa dan masyarakat juga harus aktif dalam mengawasi dan melaporkan setiap indikasi penyimpangan.
Penggunaan dana publik tidak boleh menjadi alat politik. Sebaliknya, harus benar-benar digunakan untuk pembangunan berkelanjutan demi kesejahteraan masyarakat. “Hanya dengan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi aktif masyarakat, praktik penyimpangan dapat diminimalkan,” tutup Wahid. (Dik)
—
Berita ini mengangkat pentingnya akuntabilitas dan integritas dalam pengelolaan dana publik, terutama dalam konteks tahun politik.