Anggaran Makan Bergizi Rp 335 Triliun: Jangan-Jangan yang Bergizi Justru Kursi Pejabat?
EDU-POLITIK.COM – Tahun 2026, APBN menggelontorkan dana jumbo: Rp 335 triliun untuk Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Angka ini bukan main—setara hampir 1,2 triliun rupiah “dimakan” setiap hari. Targetnya jelas: 82,9 juta penerima, mulai dari siswa sekolah, balita, hingga ibu hamil.
Kertasnya indah, angkanya megah, niatnya mulia. Tapi, rakyat sudah cukup sering belajar dari pengalaman: program “bergizi” kerap kali justru membuat pejabat makin subur, sementara rakyat tetap kurus menanti antrean.
75% untuk Makan, 25% untuk “Makan”
Resminya, sekitar 75% (±Rp 251 T) dialokasikan untuk intervensi gizi—membeli bahan makanan dan memastikan anak-anak tidak lagi lapar di bangku sekolah.
Sisanya, sekitar 25% (±Rp 84 T) dialokasikan untuk operasional Badan Gizi Nasional dan digitalisasi sistem.
Operasional dan digitalisasi memang penting, tapi angka sebesar itu membuat publik bertanya:
“Apakah yang lebih bergizi nanti adalah nasi anak sekolah, atau kursi empuk pejabat lembaga baru?”
SPPG: Saluran Pangan atau Saluran Pejabat?
Pola alur dana digambarkan sederhana:
APBN → Kementerian/BGN → SPPG → penerima manfaat.
Namun, masyarakat tak bisa menahan satir:
- SPPG jangan-jangan kepanjangan dari “Saluran Pangan Penuh Gengsi”
- Atau malah “Saluran Penuh Pejabat Gemuk”
Jika alur ini tidak diawasi ketat, maka yang kenyang bukan perut balita, melainkan rekening birokrat.
Rakyat Sudah Kenyang Janji
Di atas kertas, angka Rp 1,2 triliun per hari untuk makanan rakyat terdengar heroik.
Namun di lapangan, rakyat sudah terbiasa kenyang dengan janji bergizi yang akhirnya basi di meja politik.
Rakyat tidak menuntut steak atau salmon, cukup nasi, lauk sederhana, dan kepastian bahwa anggaran benar-benar sampai ke meja makan, bukan ke meja rapat.
Harapan:
Program MBG bisa jadi warisan monumental jika benar-benar sampai ke perut rakyat.
Namun, bila salah urus, program ini akan masuk daftar panjang “makanan politik” yang hanya meninggalkan lemak pada elite, dan lapar pada rakyat.
Mari kita kawal bersama, agar yang bergizi bukan pejabatnya, bukan sistemnya, melainkan rakyatnya.