“Petruk Dadi Ratu di Tulungagung: Ketika Kabupaten Dijalankan seperti Perusahaan Keluarga”
Oleh Tim Investigasi Independen
Tulungagung, Jawa Timur – Sebuah unggahan di akun Facebook “Suci Tulungagung” https://www.facebook.com/share/1RDcB93GUb/ mendadak viral dan menyedot perhatian publik. Dalam narasi yang ditulis dengan nada geram sekaligus getir, akun tersebut membongkar praktik kekuasaan yang dituding semakin serakah dan tertutup di bawah kepemimpinan Bupati Gatot Sunu.
Ironisnya, semangat perubahan yang dulu digaungkan pasca-tersangkanya Syahri Mulyo, mantan Bupati Tulungagung yang kini masih menjalani hukuman pidana korupsi, justru tampak meredup. Alih-alih reformasi birokrasi, masyarakat kini menyaksikan babak baru yang lebih subtil tapi tak kalah menyakitkan: kekuasaan yang dikelola bak perusahaan keluarga.
Pecah Kongsi di Puncak Pemerintahan
Sumber yang disebut sebagai birokrat bersih mengungkap, sejak awal 2025, hubungan antara Bupati Gatot Sunu dan Wakil Bupatinya merenggang. Titik puncak keretakan terjadi saat pelantikan 17 pejabat eselon tanpa pelibatan Wabup, menandai komunikasi politik yang membeku. Sang Wakil bahkan tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan penting, termasuk mutasi pejabat dan pengelolaan proyek-proyek strategis daerah.
“Seolah Tulungagung ini warisan nenek moyangnya. Semua jalur proyek dan jabatan dimonopoli lewat satu pintu: Bupati,” kata sumber dalam yang identitasnya kami rahasiakan demi keamanan.
Skema Proyek Satu Pintu: Dugaan Monopoli Terstruktur
Tudingan paling tajam mengarah pada praktik “jual beli proyek” dan “jual beli jabatan”. Menurut unggahan tersebut, proyek-proyek strategis dikuasai dan dibagi rata oleh pihak-pihak tertentu yang dekat dengan kekuasaan:
- Proyek pengadaan buku di Dinas Pendidikan senilai Rp2,8 miliar diduga dikuasai oleh Djatmiko, adik kandung Bupati, dengan skema pengadaan dialihkan ke percetakan di Solo—dikenai fee 30%.
- Pengadaan komputer diduga dikoordinasi oleh Widodo, anggota DPRD dari Fraksi Gerindra, dengan fee 20% dari supplier.
- Praktik ini disebut berlangsung secara sistemik dan terstruktur dengan dasar data A1 yang kini tengah dikaji oleh LSM untuk dilaporkan ke aparat penegak hukum.
Politik Uang & Kutukan Demokrasi Transaksional
Salah satu kalimat paling menyengat dari unggahan tersebut berbunyi:
“Ini akibat menang Pilkada dengan bayar 20 ribu per suara. Jadi biar dirasakan penderitaannya sama rakyat yang jual suaranya.”
Kalimat ini menyentil jantung demokrasi lokal. Ketika suara rakyat dibeli, maka hak untuk menuntut pun ikut tergadaikan. Akibatnya, kebijakan tidak lagi berdasar pada kebutuhan masyarakat, tetapi berdasarkan siapa yang membiayai jalannya kekuasaan.
Tanggapan & Arah Investigasi
Sampai berita ini ditulis, belum ada tanggapan resmi dari pihak Pemerintah Kabupaten Tulungagung, termasuk dari Bupati, Wakil Bupati, maupun anggota DPRD yang disebut dalam unggahan tersebut. Namun, beberapa LSM dan aktivis antikorupsi mengaku sedang mengumpulkan bukti lapangan dan dokumentasi administratif untuk membuka jalur hukum.
“Ini bukan sekadar kabar angin. Kami punya dokumen pendukung dan siap melaporkan ke KPK maupun Kejaksaan Tinggi,” ujar salah satu aktivis antikorupsi Tulungagung yang enggan disebut namanya.
Penutup: Ketika “Petruk Dadi Ratu” Bukan Lagi Sekadar Metafora
Istilah “Petruk Dadi Ratu” yang digunakan dalam unggahan tersebut merujuk pada lakon wayang yang menggambarkan kebingungan, kesewenang-wenangan, dan transformasi karakter seorang abdi ketika naik takhta. Dalam konteks ini, metafora itu mencerminkan perubahan sikap dari pemimpin rakyat menjadi penguasa absolut yang sulit dikritik dan ogah diajak dialog.
Apakah benar Tulungagung kini dikelola bak “Kabupaten Sempak”, seperti sindiran di akhir unggahan? Hanya waktu dan keberanian warga serta lembaga hukum yang bisa menjawabnya. Namun satu hal yang pasti: suara rakyat tak boleh dibungkam hanya karena dulu pernah dijual.
Catatan Redaksi:
Kami membuka ruang klarifikasi bagi pihak-pihak yang disebut dalam artikel ini. Transparansi dan hak jawab adalah bagian dari etika jurnalistik yang kami pegang teguh.