Tiang-Tiang Tangguh Kota Kediri: Berdiri Kokoh, Tumbuh Subur, Tak Tersentuh
KEDIRI — Jika Anda ingin melihat inovasi kota yang tak tertulis di buku tata kota mana pun, datanglah ke Jalan KH Wachid Hasyim, Kota Kediri. Di sana, tiang-tiang kabel tumbuh bukan berdasarkan rencana tata ruang, tapi berdasarkan hukum rimba jaringan — siapa cepat, dia dapat… tiang.
Tiang logam berdiri bergandengan, kadang berdua, bertiga, bahkan berdelapan. Mereka seperti koloni semut raksasa yang berebut tempat untuk menopang kabel—yang entah milik siapa, entah menuju ke mana. Tidak ada yang tahu pasti, kecuali mereka yang menggantungkan hidup (secara harfiah) di atasnya.
Kabel menjuntai seperti jemuran hari hujan. Kadang melambai di angin, memberi sapaan pada kepala pengendara yang terlalu tinggi. Poster iklan menempel akrab: dari jasa sedot WC, promo pinjol ilegal, hingga lowongan kerja misterius yang entah berasal dari planet mana.
Di bawah naungan tiang-tiang sakti itu, Pak Imam menjajakan dagangannya. Ia bukan sekadar pedagang, tapi saksi hidup simfoni semrawut kota. “Sudah lama begini, Mas. Kayaknya malah makin nambah,” ujarnya sambil menyeruput kopi, seperti sudah berdamai dengan keadaan.
Sementara itu, pemerintah kota tampaknya tengah melakukan studi mendalam: berapa banyak tiang yang bisa berdiri tanpa menimbulkan keresahan massal? Jawabannya tampaknya masih dalam tahap pilot project… di jalan lain.
Tentu, Pemkot tak diam saja. Ada pencabutan tiang di Jalan Brawijaya. Ya, 40 tiang. Sebagai simbol perjuangan. Sayangnya, tiang-tiang di jalan lain masih merasa tidak terancam. Mungkin mereka sudah saling kirim kabar lewat kabel fiber di atas sana:
“Tenang, kita belum masuk target operasi.”
Mengapa semua ini bisa terjadi? Karena belum ada regulasi teknis yang tegas. Karena infrastruktur bawah tanah baru sekadar cita-cita. Karena setiap provider punya semangat juang tiang yang tinggi—mereka menanam tiang seperti petani menanam padi. Hasilnya? Panen besar.
Kini, Kota Kediri punya dua musim: musim hujan, dan musim tumbuh tiang.
📌 Catatan Akhir
Kota yang baik menata ruangnya.
Kota yang hebat menata infrastrukturnya.
Tapi kota yang legendaris?
Ia membiarkan tiang-tiang tumbuh bebas, menjelma seperti hutan logam, dan menjadikan kekacauan sebagai pemandangan resmi.
Selamat datang di Kediri:
Kota Tiang Fiber Tersayang.