Dibalik Euforia “Tercepat”, Koperasi Merah Putih Harus Kembali ke Akar: Kesejahteraan Rakyat
Oleh Redaksi Edu-Politik.com
“Bukan siapa yang tercepat membentuk koperasi, tetapi siapa yang paling tulus memberdayakan rakyat melalui koperasi.”
— (Catatan kritis seorang pemerhati desa)
Pada 3 Juli 2025 lalu, Kabupaten Nganjuk menjadi sorotan publik. Di bawah panggung megah perayaan, Bupati Nganjuk menerima penghargaan dari Gubernur Jawa Timur, disambut tepuk tangan para pejabat, simbol keberhasilan: 100 persen pendirian badan hukum Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP) di seluruh wilayah Nganjuk. Tuntas. Cepat. Luar biasa.
Namun, ketika euforia “si tercepat” memenuhi media lokal dan unggahan media sosial, muncul pertanyaan mendasar: Apakah kecepatan mendirikan koperasi otomatis berarti keberhasilan membangun kesejahteraan rakyat?
Kecepatan Bukan Segalanya
Faktanya, Nganjuk memang menyelesaikan 100% pendirian koperasi desa pada 27 Mei 2025—tercepat di Jawa Timur. Namun secara nasional, data dari berbagai daerah menunjukkan bahwa Kabupaten Pati (25 Mei), Provinsi DIY (19 Juni), dan bahkan Mukomuko serta Sigi telah lebih dahulu mencapai 100% verifikasi pendirian koperasi.
Di sinilah persoalan bermula. Klaim “tercepat nasional” tak hanya dinilai tidak tepat, tetapi juga berisiko menyesatkan opini publik. Padahal, dalam demokrasi yang sehat, transparansi dan akurasi informasi menjadi ruh tata kelola pemerintahan yang baik.
Koperasi dan Jalan Panjang Kesejahteraan
Lebih dari sekadar angka dan seremonial, koperasi adalah wajah ekonomi kerakyatan. KDKMP seharusnya bukan proyek politis menjelang Pilkada, melainkan instrumen jangka panjang untuk menyeimbangkan struktur ekonomi desa yang selama ini timpang.
Di balik proses pendirian koperasi, rakyat bertanya:
- Siapa pengurusnya?
- Apa modal awalnya?
- Apa manfaat langsung bagi petani, nelayan, pedagang kecil?
- Apakah ini hanya formalitas administratif atau benar-benar akan menggerakkan roda ekonomi desa?
Sejarah mencatat, koperasi lahir dari semangat gotong royong. Dalam kerangka Trisakti Bung Karno, koperasi adalah bagian dari kedaulatan ekonomi nasional. Maka koperasi yang didirikan terburu-buru tanpa pembinaan nyata, tanpa partisipasi rakyat, hanyalah papan nama kosong.
Komentar Berlawanan: “Jangan Kecilkan Progres Daerah”
Namun demikian, narasi kritis terhadap capaian Nganjuk tidak sepenuhnya disetujui semua pihak.
Soekojono, tokoh penggerak koperasi dan penasihat teknis di salah satu forum UMKM regional, menyatakan bahwa publik juga perlu menghargai semangat gotong royong dan konsolidasi cepat yang dilakukan daerah seperti Nganjuk.
“Terlalu dini kalau kita meremehkan capaian Nganjuk hanya karena soal siapa duluan. Yang penting bukan hanya tanggal pendirian, tetapi konsistensi dan keberanian pemerintah daerah untuk bergerak cepat,” ujar Soekojono saat dihubungi Edu-Politik (3/7).
Menurutnya, percepatan pendirian koperasi bisa menjadi fondasi yang baik jika ditindaklanjuti dengan pembinaan dan sinergi lintas sektor.
“Kita perlu akui: tidak mudah menggerakkan seluruh desa secara administratif dalam waktu singkat. Apresiasi perlu diberikan. Tapi betul, jangan berhenti di pendirian, harus dilanjutkan ke pemberdayaan,” tambahnya.
Soekojono juga menyarankan agar media tidak memecah semangat kolaborasi antardaerah dengan membuat narasi saling tanding, tetapi sebaliknya memperkuat integrasi program antarwilayah.
Mengembalikan Rakyat ke Pusat
Di tengah perdebatan soal siapa tercepat, satu hal yang harus dijaga adalah: koperasi bukan sekadar instrumen politik anggaran. Koperasi adalah jantung ekonomi rakyat. Maka perdebatan ini seharusnya mendorong kita untuk berpindah dari kompetisi administratif menuju kolaborasi substantif.
Yang Tercepat Belum Tentu Terbaik
Prestasi administratif seperti pendirian koperasi memang layak diapresiasi. Tapi jangan sampai kita lupa: esensi koperasi adalah alat untuk mendistribusikan harapan dan hasil pembangunan ke seluruh lapisan rakyat.
Di sinilah kita perlu mengganti narasi. Bukan soal siapa tercepat, melainkan siapa yang paling berkomitmen menjadikan koperasi sebagai rumah bersama: tempat rakyat berdaulat atas ekonomi sendiri, bukan hanya penonton dalam festival data.
🔍 Audit partisipatif koperasi-koperasi yang baru berdiri.
🤝 Libatkan kampus dan LSM lokal dalam pembinaan koperasi.
📢 Jadikan koperasi ruang demokrasi ekonomi, bukan hanya formalitas hukum.
Koperasi tidak sekadar dibentuk—ia harus dihidupkan. Demi rakyat. Demi keadilan sosial.